Fasiltas Natura Merupakan Objek Pajak Berdasarkan UU HPP

Fasiltas Natura Merupakan Objek Pajak Berdasarkan UU HPP

Fasilitas natura adalah istilah yang mengacu pada pembayaran pajak dalam bentuk barang atau jasa, bukan dalam bentuk uang tunai. Pada konteks perpajakan di Indonesia, terdapat aturan yang mengatur mengenai fasilitas natura dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (UU PPh).

Menurut UU PPh, fasilitas natura bisa dianggap sebagai objek pajak jika terdapat keterkaitan dengan pendapatan atau penghasilan yang dikenai pajak. Hal ini mencakup penerimaan fasilitas non-moneter yang bisa diukur nilainya dalam bentuk barang, jasa, atau keistimewaan lainnya yang memiliki nilai ekonomis.

Per Oktober 2021, dengan disahkannya UU No. 7 tahun 2021 natura menjadi salah satu penghasilan yang dikenakan pajak. Pasal 6 ayat (1) UU HPP lebih detil menjelaskan terkait biaya pengganti atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura ditetapkan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Meskipun begitu, masih terdapat lima jenis natura yang tidak objek pajak yaitu,

  1. Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai
  2. Natura dan/atau kenikmatan karena penugasan di suatu daerah
  3. Natura dan/atau kenikmatan karena keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan, seperti seragam
  4. Natura dan/atau kenikmatan yang dibiayai APBN/APBN
  5. Natura dan/atau dengan jenis dan batasan tertentu.

 

Pengenaan Pajak Natura dalam PMK No. 66 Tahun 2023

Per 1 Juli 2023, PMK Nomor 66 Tahun 2023 resmi menjadi aturan baru mengenai pajak natura menggantikan PMK Nomor 167/PMK.03/2018. Dalam PMK Nomor 66 Tahun 2023 diatur mengenai perlakuan pajak penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

PMK ini diterbitkan sebagai penjelasan lebih lanjut dari ketentuan pajak natura yang tercantum pada UU HPP. PMK terbaru ini meliputi 11 jenis natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan serta syarat dan ketentuan dari perlakuan pajak natura yang harus dipenuhi.

Secara umum sebagaimana yang termuat dalam pasal 4 ayat 3e , menyatakan bahwa imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintahan bukan termasuk sebagai objek PPh.

Namun, dalam proses pengenaannya, terdapat pengecualian tertentu yang membuat imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan menjadi objek PPh sehingga membuat imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut dikenakan pajak. Dalam pengecualian ini, terjadi jika imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut diberikan bukan oleh wajib pajak, baik wajib pajak yang dikenakan pajak secara final maupun wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus seperti yang termuat dalam UU PPh pasal 15. Dalam hal ini yang dimaksud adalah seperti contoh bahwa bukan wajib pajak adalah kantor Sekjen ASEAN di Indonesia, sedangkan wajib pajak yang dikenakan PPh Final adalah wajib pajak usaha jasa konstruksi.

Disisi lain terdapat juga imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sebagai deductible dan non-deductible expense. Dimana dalam imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sebagai deductible dan non-deductible expense ini dimuat dalam UU PPh Pasal 9 ayat 1e yang menyatakan bahwa pemberian imbalan berhubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat menjadi pengurang atas penghasilan bruto dari pemberi kerja (non deductible expense).

Beberapa ketentuan terkait fasilitas natura sebagai objek pajak berdasarkan UU PPh adalah sebagai berikut:

  1. Pasal 4 Ayat (1) UU PPh: Menyatakan bahwa setiap orang pribadi atau badan, termasuk fasilitas natura, yang memperoleh penghasilan atau penerimaan lain yang bersifat tetap atau berulang wajib membayar pajak penghasilan.
  2. Pasal 15 UU PPh: Menyebutkan bahwa pajak penghasilan atas penghasilan berupa barang, jasa, hak, atau kekayaan yang diterima wajib pajak dalam bentuk selain uang (termasuk fasilitas natura) dihitung berdasarkan nilai pasar yang wajar dari barang, jasa, hak, atau kekayaan tersebut.
  3. Pasal 22 UU PPh: Mengatur mengenai perlakuan pajak atas penerimaan fasilitas natura, yang mencakup aturan perhitungan pajak atas nilai pasar yang wajar dari fasilitas natura yang diterima.

 

 

Tinggalkan Balasan